Penat itu datang tiba-tiba. Semacam tamu tak diundang yang memperkenalkan diri dengan tergesa.
Bayang-bayangnya mengerjap, mendesak, dan mengamuk tanpa permisi.
Seharusnya ini menyakitkan. Tapi aku terlanjur mati rasa, jauh sebelum mereka datang.
Diingatkan lagi aku padanya, Sang penjual kenangan yang semakin tersesat di gelapnya waktu.
"Lihat! aku menemukan kebahagiaan di ujung sana!", ujarnya lantang.
Sudah kukatakan itu bukan milikku, sayang...
Biarkan aku mencarinya sendiri.
Aku sudah lebih kuat sekarang.
Setidaknya aku mampu mengeja rasa perih.
dan mengapa kau tak juga mengerti?
(22.00)
Jembatan itu membentang...terlalu menantang.
Kupercepat laju kuda besi seolah memenuhi panggilannya.
Aku buta oleh pesona.
30 km/h...
40 km/h...
60 km/h...
mereka menemaniku, gerimis yang berbisik dan petir yang mengumpat.
"Kenapa harus ngebut?", dia bertanya.
"Ngebut itu adalah sebagian dari iman", jawabku asal.
80 km/h...
90 km/h...
100 km/h...
Tepat pada angka 110, aku tertawa lepas...
Tertawa sekencang-kencangnya seolah hari itu adalah hari terakhirku untuk tertawa.
dan aku teringat pesanmu, Pak Tua...
"ayo...tertawailah derita, jangan sampai dia lebih berkuasa dari pada dirimu. Hahahahaha, lebih keras lagi HAHAHAHAHA... bikin surga ngiri betapa bahagia dirimu.... HAHAHAHA.."
Aku sedang melakukannya, Pak Tua.
Terima kasih.
Aku lega.
:)
May 5, 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
3 comments:
yuk, mari kita tertawa lepas agar surga iri pada kita
saya resmi menjadi fans anda bu guru.. hahahhahaha...
inilah penggambaran yg cocok dgn kata "au ah gelap" :), hehehhe
Post a Comment