Kepulan Maaf

siang hari  yang dingin, mendung, dan sendu...

'seorang ibu itu kadang tidak mau terlihat menderita di mata orang lain, terutama anaknya...' katanya...

kami tertegun, benar juga...

'di mana pun mereka berada, kita harus kuat, tegar, jangan lembek...kerjakan apapun yang menjadi tanggung jawab kita...tapi hidup toh tidak melulu masalah akademis...', katanya lagi...




'saya berangkat dari dorongan nurani, bukan ambisi...' sambil mengepulkan asap rokok, dia yang lain menimpali...

'kalau kita hanya berbekal ambisi, ketika sudah tercapai.....ya sudah....sampai situ saja...lalu apa?mungkin langsung puas...tapi tidak untuk mereka yang mulai dari hati...' 

'jalankan saja semua dengan ikhlas, pasti hasilnya akan berbeda dengan mereka yang terpaksa...' ujar dia yang lain sambil tersenyum...
sekali lagi dia yang lain mengepulkan asap rokoknya sambil menerawang...

(picture from here)

kami hanya bisa tertegun, mengangguk, menunduk, malu...
atau mungkin, hanya saya yang begitu...

inilah saya si jago mengeluh,
inilah saya si tukang ngedumel,
tidak perlu ditampar, sudah terasa sakit...
sakit mengingat mental saya yang sangat lembek...
ya Tuhan, mereka memang orang-orang hebat..
mereka yang saat itu berada di depan saya,
mereka yang saat itu berada di samping saya...

pelajaran berharga untuk seseorang yang hampir menyerah,
yaitu saya...

'untuk mereka yang masih memiliki keduanya secara lengkap, jangan disia-siakan...mumpung masih ada kesempatan...' katanya...

kalimat itu mengingatkan saya pada ruangan HCU (high care unit) dan 205,
saat saya menemaninya memperjuangkan hidup,
saat saya hanya bisa menemaninya sambil menangis sesenggrukan sepulang sekolah...

I love u Raja, I love u Ibu...
maaf...



*terima kasih Bapak X dan ibu Y atas obrolan yang menggugah :)