dan...
di sinilah kita.
Kamu yang sibuk dengan pikiranmu.
Aku yang sibuk dengan kunyahanku.
Beberapa jam yang lalu cukup membuatku kesal. Semua mengunyah. Aku mengoceh. Baru kusadari, pesanan makananku ternyata belum juga muncul. Aku melirik jam. Sudah hampir 1 jam. Rasanya aku sudah kehabisan pembelaan positif yang membuatku memaklumi kenapa makanan-makanan itu tak kunjung datang. Aku melirik mereka. Suasana sudah berganti dari dentingan sendok dan piring menjadi tawa canda. Kali ini kesabaranku habis. Aku memanggil pramusaji yang kebetulan melintas dan mengajukan protes. Ternyata, entah lupa atau apa, pesananku baru akan dibuat. 'maaf batalin aja mas, saya laparnya 45 menit yang lalu...'. Lalu kuajak teman-temanku untuk segera beranjak dari tempat itu.
"ckck...jangan main-main sama bu guru...", goda temanku.
Entahlah, kadang aku berubah menjadi beringas jika kelewat lapar.
Akhirnya kita berpindah tempat.
Lebih terpencil.
Lebih syahdu.
dan lebih ramah di kantong.
Satu persatu teman-temanku pamit mundur.
Akhirnya tinggal mereka yang berbincang-bincang dengan gaya mamang-mamang,
dan kamu yang tenggelam dalam lamunan.
"Lalu bagaimana hidupmu?", aku memulai sambil mengunyah. Membayar semua rasa lapar.
"Begitu saja, begitu terus, masih begitu...", lalu kau melamun lagi.
"Aku takut begini terus. Takut terbiasa, karena selalu berada di zona nyaman. Pada akhirnya aku akan terus menjadi aku yang begini...", lanjutmu. Giliran aku yang terdiam.
Pikiranku sibuk. Sesibuk mulut yang terus mengunyah.
Aku kembali berpikir ulang tentang zona nyaman,
tentang makanan yang tak kunjung datang di tempat sebelumnya,
tentang musibah yang lambat laun menjadi anugerah,
tentang biola yang semakin berdebu,
tentang buku harian yang hilang,
tentang mimpi yang tertidur,
dan tentang kamu.
Jika semuanya serba mudah, hidup ini ternyata menjadi terlalu datar.
Mungkin aku juga sudah terlalu terlena.
Ini mengerikan.
Harus ada yang berubah.
Sedikit saja. Seperti cara pandang, misalnya.
Jika tidak,
cepat atau lambat kita akan tergolek tak berdaya,
seperti biola yang terkapar di sudut tanpa senar A itu...
0 comments:
Post a Comment