March 20, 2011

Tanpa air mata, bolehkah?

March 20, 2011

       Wajah lucunya kembali panik, saat ia harus rela berhijrah sementara ke kelas lain karena kesalahan yang kerap kali ia lakukan. "Mas, makannya lama! Sudah ya...Ibu tinggal!", ancaman Ibu guru yang selalu menemaninya  makan siang terbukti. Bocah polos berkebutuhan khusus yang kerap dipanggil dengan awalan 'Mas' itu pun harus menerima konsekuensi karena terlambat masuk ke kelasnya. Hijrah ke kelas atas, dan kali ini adalah kelasku. Kelas yang cukup jauh untuk dicapai oleh kaki-kaki mungilnya. 

        Baru saja aku mengantar E, gadis berkebutuhan khusus yang masuk ke dalam tanggung jawabku, ke toilet seperti biasa sekaligus berwudhu. Kulihat Mas Y sudah berada di deretan shaf laki-laki yang sedang sholat berjamaah di kelas. Tubuhnya yang mungil begitu mudah ditemukan di antara anak-anak penghuni kelas yang lebih besar darinya. Mata Mas Y langsung teralih ketika melihatku datang. Aku tersenyum dalam hati melihat gerakannya yang terburu-buru dan matanya yang kerap kali melirik-lirik ke sekitar.  
       Kini giliranku sholat. E sudah duduk asyik di meja bundar sambil memperhatikan teman-temannya bermain. Mas Y duduk memojok sambil membaca majalah secara random di reading corner. Ia membacanya keras-keras, seperti sedang melawan ketakutan pada entah apa yang dipikirkannya saat ini. Setelah aku selesai sholat, ia menghampiri dan duduk di atas sajadah, di depanku. "Doakan aku! Tolong doakan aku! aku terpenjara sendirian!" ujarnya baku dengan nada panik. Matanya menerawang menyapu kelas sambil sesekali mengerjap karena ketakutan. Lucu sekali melihatnya. "Tempat mana yang kamu maksud penjara itu, Mas?", tanyaku. "Ini! tempat ini! Ampuni aku! Ampuni aku!", wajahnya semakin panik. Tiba-tiba ia menadahkan tangan dengan posisi berdoa sambil komat-kamit. Aku tersenyum. "Tidak ada siksaan di sini, nak. Tenanglah..." 
       Aku menyuruh Mas Y berpindah posisi karena reading corner akan dipakai. Pojok di dekat meja guru kelas pun dipilihnya. Sambil menekuri dinding, dia masih berkomat-kamit sendirian seperti berusaha menenangkan diri. Tempat ini asing baginya. Itulah ketakutannya. Aku duduk di sebelahnya, memandanginya. Menunggunya menyelesaikan ketakutannya. 
"Ampuni aku! Ampuni aku!" , dia mulai lagi. Tapi kali ini bukan ditujukan untukku.
"Mas tahu kenapa Mas dikirim ke sini?", tanyaku.
"Iya! Aku minta maaf! Aku minta maaf!", masih dengan wajah panik.
"Ibu ingin tahu alasannya, Mas", ujarku melembut. "Apa karena Mas makannya lama?", tanyaku lagi.
"Iya... Aku membentak! aku membentak! aku membentak bu guru!", lalu ia kembali pada posisi berdoa sambil menunduk. Tiba-tiba ia memelukku. Pelukan minta maaf. Sekalipun bu guru yang dia bentak  bukan diriku. "Sudahlah, yang penting Mas tidak akan mengulanginya lagi", ujarku sambil mengelus punggungnya. Setelah dia melepaskan pelukannya, matanya berkaca-kaca. Aku sudah sering menyaksikan, Mas Y terkenal membutuhkan waktu yang lama untuk menangis. "Mas, Mas boleh berdoa, tapi jangan menangis ya...Ayo, Mas pasti kuat, pasti bisa", aku mencoba menenangkannya. Ia pun mengusap matanya, menarik napas dalam-dalam, dan menghembuskannya untuk menguatkan diri. Beberapa saat setelah itu, akhirnya dia tenang.
       Satu....dua....tiga....empat...dan seterusnya. Mas Y memindahkan butir beras satu per satu dari satu wadah ke wadah lain. "untuk melatih konsentrasi, dan sekalian melatih motorik halusnya", begitu penjelasan yang aku dapatkan saat aku bertanya kepada guru yang menugasinya. Aku menemaninya sekaligus menemani E yang sedang sibuk dengan buku gambarnya. "Ibu, Ibu siapa namanya?", tanyanya. "Bu Ridha, Mas. Ada apa?", aku balik bertanya. "Bu Ridha, sudah 219", ujarnya sambil menunjukkan beras yang telah dihitung dan dipindahkannya. Aku tersenyum. "Iya, Mas Y hebat. Ayo lanjutkan lagi.", pintaku. Setidaknya itu membuatnya melupakan sejenak ketakutannya.

Kau lucu ketika menangis. Tapi aku lebih suka kau tersenyum. :)
Sering-seringlah ke tempatku ya,
tapi untuk bermain, bukan karena hukuman.
dan tanpa air mata ya, 
bolehkah? 
:)



image from here





5 comments:

dv

minoo..maap baru mampir sini..

sungguh mulia nya pekerjaan mu..lanjutkaann mino :)

Suciati Cristina

bu mino lembut :)

i-one

wah,bagus bgt postingannya.salut atas pekerjaannya.salam kenal,klu ada waktu,mampir keblog ane ya

merry go round

Tuhaaaannnn... Salut banget sama kamu Mino. Bersama mereka yang spesial dan bekerja karena cinta kasih terhadap anak-anak. Seneng bacanya :)

obat alami kanker payudara

Butuh ketelatenan, kesabaran, kesadaran dan keikhlasan penuh dalam menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus, hanya Tuhan yang tahu pasti apa yang ada dalam hati mereka...sukses mbak...

Post a Comment

Related Posts with Thumbnails