December 2, 2011

Cadbury Dairy Milk Roast Almond

December 2, 2011
..........
‘Bisa ke ruanganku bentar?’
Dan secara tiba-tiba otakku mulai berprasangka.
apakah aku melakukan kesalahan hari ini?


Anehnya, pertanyaan itu yang justru muncul pertama kali dibenakku.
Tidak bisakah aku sedikit tidak cemas? Sungguh payah. 
2 hingga 3 bulan terakhir ini dunia terasa sesak. Atau mungkin hanya duniaku yang terasa sesak. Waktu bergulir cepat tanpa memberi ampun untuk sebuah jeda apapun. Senin begitu cepat bertemu dengan Senin. Dan akhir pekan selalu harus menjadi suatu hadiah untuk sebuah kerja keras, sekalipun hanya berupa ‘24-hours-lazy-day’. 

Bolehkah aku menghirup dan menghembuskan napas sejenak?
Fiuuuuuuuh......

Aku memang bukanlah tipikal wanita yang gila kerja, kalau gila bermalas-malasan mungkin iya. Tapi aksi protes ibuku kadang bisa menyembuhkannya dalam sekejap. Tiba-tiba aku berubah menjadi seorang workaholic tingkat dewa. Omelannya selalu ampuh, dan terkadang membuat rindu juga. Begitulah yang terjadi akhir-akhir ini. Ada sesuatu yang mendorongku untuk bekerja fokus pada satu hal, yaitu pekerjaanku sekarang. Apa tujuanku? Entah. Tidak biasanya di suatu pagi yang cerah sebelum jarum jam menunjukkan angka 7.30 tepat aku sudah duduk manis di ruangan sambil mengerjakan sesuatu. Sungguh tidak biasanya, dan hal itu berulang beberapa kali.  Tidak hanya itu, rupanya jiwa pembokat yang sempat tertidur selama beberapa saat mulai menampakkan wujudnya lagi saat akhir pekan menjelang. Pekerjaan rumah tangga juga ikut membuatku sibuk. 

Bolehkah aku menghirup dan menghembuskan napas sejenak lagi?
Fiuuuuuuuh......

Jujur saja, aku merindukan banyak hal. Menenggelamkan diri dalam tumpukkan buku, melakukan perjalanan sendirian untuk menemukan senyum, berhujan-hujanan tanpa alas kaki, dan membuat tulisan-tulisan aneh bersamamu. Hal-hal yang agak terpinggirkan akhir-akhir ini akibat tanggung jawab yang harus dipikul. Tapi aku tidak sedang mengeluh. Aku menikmatinya. Semuanya. Termasuk hal-hal kecil yang terlibat di dalamnya.
Dan sepertinya, kamu adalah bagian terbesar pemicu kobaran semangat yang sungguh ganjil belakangan ini... :)

Aku menuju ruangannya.
‘Head of School’
Tulisan di pintu itu menandakan dengan siapa aku akan bertemu.
Aku masuk, setelah dia menyambutku dengan senyum sumringahnya yang khas. Kemudian dia mempersilahkanku untuk duduk di depan mejanya.

‘Jadi, bagaimana perasaanmu sekarang?’
Ini pertanyaan random, jujur saja. Setelah sebelumnya ia menyuruhku ke ruangannya di tengah hingar bingar pagelaran anak yang cukup crowded, sekarang ia bertanya tentang perasaanku. Entah perasaan yang mana yang dimaksud. 
‘Ya, perasaanmu setelah sejauh ini menjadi guru bidang studi...’, kemudian dia melengkapi pertanyaannya setelah melihat wajahku yang sempat bingung.
Oh, ternyata itu.
Kemudian dia bersiap mendengarkan sambil menyibukkan diri berkirim email penting dengan entah siapa. Kujawab pertanyaannya dengan penjelasan yang cukup mewakili perasaanku. ‘Aku menikmatinya’, itulah inti yang kujawab. Walaupun sudah pasti aku tidak akan menjelaskannya dengan cara yang sesingkat itu.
Ketika menjawab pertanyaan awal miliknya, rupanya kutemukan sendiri jawaban pertanyaan ‘apa tujuan’-ku tadi. Kepercayaan ternyata membuatku mampu mengerjakan sesuatu sebaik mungkin, setidaknya itu menurutnya. Aku mencoba mengerjakan segalanya sebaik mungkin, tanpa paksaan. Mencoba melihat hal-hal sederhana dari sudut mana pun yang aku bisa. Terlalu banyak hal yang akan terlewat begitu saja jika aku tak mau ‘melihat’. Dan, ya...aku menunggu hadiah-hadiah kecil dari Tuhan setiap harinya... :) 

‘Aku tahu, kamu jarang sekali mengeluh. Aku bersyukur, dan berterima kasih untuk itu...’. Wajahnya menatapku hangat. Ternyata selama ini dia memperhatikan hingga ke hal detail. Ah, wajar... itu pekerjaannya.

‘Kau tabrakan. Tapi masih sempat-sempatnya ke sekolah...’, rupanya dia cukup takjub dengan kejadian itu. Kembali dia mengucap terima kasih dan ungkapan harunya kepadaku. Aku hanya tertawa kecil. Tidak ingin membuat topik itu jadi memanjang. 

‘Kamu memiliki ‘sesuatu’, hanya mungkin kamu tidak terlalu percaya diri menunjukkannya...
Aku akan menunggu ‘sesuatu’ itu muncul...’, dia mengakhiri kalimatnya dengan senyuman, dan sebuah keyakinan, jika aku tidak salah menafsirkan ekspresinya. 
Setelah pembicaraan itu hampir berakhir, dia memberiku petuah-petuah kecil mengenai manajemen kelas. Sekali lagi dia mengucapkan terima kasih. Lalu membuka laci dan mengeluarkan sesuatu.

‘Ini untukmu...semoga bisa menemanimu sore ini’
Sebuah bungkusan kecil bertuliskan merk tertentu diberikannya untukku.  
Aku tertawa.

‘Dalam musim-musim tertentu aku menyukainya. Sangat menyukainya. Dan ibu sepertinya tahu betul bahwa aku sedang menyukainya sekarang...’, aku mengomentari hadiah pemberiannya sambil tersenyum.  

Aku tahu dia bingung dengan komentarku.
Tak apa. 
Tak masalah dia mengerti atau tidak.


Dia memberiku cokelat  :)

Dan kamu tahu saat kapan aku begitu menyukai cokelat...

..........

0 comments:

Post a Comment

Related Posts with Thumbnails