February 5, 2012

Sabtu.

February 5, 2012
..........

Pada titik itu kamu memantapkan langkahmu.
Di kala itu pula untuk pertama kalinya cemas-haru-gugup-bahagia-tenang-panik bercampur menjadi semacam ramuan yang meletup-letup di dalam dada. Jujur saja aku begitu takut sesuatu meledak dalam diriku. Entah apa itu. Aku memberimu pilihan. Lalu kamu memilihnya. Segala skenario berkaitan dengan alur dan setting pun tersiapkan dengan sendirinya. Kita tidak mereka-reka waktu, kita hanya menjalaninya. Perlahan- tapi pasti. Seperti yang kau bilang.


Kamu datang. Lengkap dengan kombinasi impulsivitas dan perencanaan matang.
Pembicaraan ngalor ngidul pun terjadi dengan sendirinya seperti sebuah rutinitas. Begitu banyak tawa terselipkan di antara perbincangan kita saat menunggu mereka. Tapi, selalu, ada jeda diam menenangkan di antaranya yang kita sepakati sebagai keakraban yang sebenarnya. Sadarkah kau? Bahwa tawa kita saat itu menyembunyikan kecemasan?

Aku memaksamu untuk mengisi perut. Sekalipun saat itu bukan waktu yang tepat untuk sekedar mengudap sesuatu. Mengingat  perkara yang akan kita hadapi bukanlah hal yang begitu mudah diselingi dengan acara ‘makan-dulu-yuk’. Tapi akhirnya kau luluh. Kusiapkan makan siang seperti yang kau inginkan sembari mendengarmu mengakrabkan diri dengan denting piano. 

Lalu terjadilah...
Impian demi impian telah memasuki topik pembicaraan. Aku menyingkirkan diri dan membiarkan perbincanganmu dengannya berlangsung lebih serius. Aku tak bisa membayangkan dan menebak apa yang tengah terjadi di bawah sana. Saat itu aku hanya menunggu, menaruh harap, dan berusaha sekuat tenaga untuk tak coba-coba mencuri dengar. Sesuai kesepakatan, tentu saja.

Aku dan kamu selalu membutuhkan waktu untuk ‘diam’...

Pembicaraan itu rupanya sempat membuat kepala kita penuh. Dan mungkin akan selalu penuh sampai kapan pun. Ketika pikiran mulai teraduk oleh begitu banyak kekhawatiran, hati selalu menjadi tempat berlari yang paling tenang dari apapun. Kau selalu berhasil membuatku tenang, sebagaimana kamu juga menganggapku demikian.

Kita tidak mengejar apapun,
juga tidak dikejar apapun.
Mungkin kita hanya menginginkan ‘kita’.
‘Kita’ yang lebih syahdu dari saat ini.
Dan keberanianmu membuatku bertahan...

“Kita memang bersandar pada apa yang mungkin kekal, mungkin pula tak kekal.
Kita memang bersandar pada mungkin. Kita bersandar pada angin.
Dan tak pernah bertanya: untuk apa?
Tidak semua, memang, bisa ditanya untuk apa. “ (GM)

... bertahan untuk berharap.


(21.56 – di suatu malam, saat menunggumu pulang.)

..........

1 comments:

Obat Herbal Infeksi Saluran Kemih

minggu

Post a Comment

Related Posts with Thumbnails