Di sela-sela mengerjakan tugas yang benar-benar menguras tenaga, saya berhenti sebentar untuk menulis ini…ternyata seseorang telah menyadarkan saya, dengan note –nya yang dia ambil dari WS Rendra…
"Seringkali aku berkata,
Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya :
Mengapa Dia menitipkan padaku ???
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ???
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu???
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali
oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah
derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil, lebih banyak
popularitas, dan
kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua "derita" adalah hukum
bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh
dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusan-Nya yang
tak sesuai keinginanku
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk
beribadah.
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama
saja"....."
Ketika semua orang memuji milikku
Bahwa sesungguhnya ini hanyalah titipan
Bahwa mobilku hanyalah titipan-Nya
Bahwa rumahku hanyalah titipan-Nya
Bahwa hartaku hanyalah titipan-Nya
Bahwa putraku hanyalah titipan-Nya
Tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya :
Mengapa Dia menitipkan padaku ???
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku ???
Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik-Nya itu???
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku ?
Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali
oleh-Nya ?
Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah
Kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka
Kusebut itu sebagai panggilan apa saja untuk melukiskan kalau itu adalah
derita
Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku
Aku ingin lebih banyak harta, ingin lebih banyak mobil, lebih banyak
popularitas, dan
kutolak sakit, kutolak kemiskinan, seolah semua "derita" adalah hukum
bagiku
Seolah keadilan dan kasih-Nya harus berjalan seperti matematika :
aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh
dariku, dan nikmat dunia kerap menghampiriku.
Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan kekasih
Kuminta Dia membalas "perlakuan baikku", dan menolak keputusan-Nya yang
tak sesuai keinginanku
Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanya untuk
beribadah.
"Ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama
saja"....."
Jujur saja saya speechless, seperti tersindir akan sesuatu hal yang tidak sadar telah saya lakukan…
‘Ternyata parah sekali tingkat kebersyukuran saya’, ucap saya dalam hati…
Satu hal yang sangat mencekik, bahwa seringkali saya memang memperlakukanNya seperti mitra dagang, persis seperti yang disebutkan….
Perasaan bersalah saya diperkuat dengan tayangan Metro TV mengenai gempa di Padang…di mana Mario Teguh membuat tenggorokan saya makin tercekat…
Saya akui, kerap kali saya mengeluhkan nasib saya (yang menurut saya menyebalkan, tapi tidak untuk sebagian orang)
Saya juga sering sekali tanpa sadar membandingkan nasib orang dengan nasib saya…saya dengan lancangnya melupakan mereka yang tertimpa musibah...
Saya kembali menatap layar kaca untuk melihat apa yang dilakukan Mario Teguh, apa yang dilakukannya tidak banyak…hanya saling berbicara kepada warga Padang…
Tapi itulah keajaibannya-yang selalu membuat saya sirik- dia berbicara dengan hati…dan jika saya yang berada di posisi orang-orang yang dia ajak berdialog, saya pasti akan sangat bersyukur dan menyesal…
Bersyukur bisa bertemu orang hebat, dan menyesal karena tidak bersyukur jauh-jauh hari…
Ketika Mario Teguh berbicara, saya teringat nasib saya yang jauh dari lokasi kejadian gempa di Padang...
Sampai detik ini saya masih selamat,
Sampai detik ini saya masih juga berleha-leha,
Saya malu,
Berani menggantungkan cita-cita setinggi langit,
Tapi lupa akan bersyukur,
saya memang belum bisa membantu banyak untuk mereka yang tertimpa musibah,
kesempatan saya saat ini hanya dengan doa…pengharapan untuk mereka yang jauh disana,
dan doa untuk semua yang ada disini…
‘jadikan kami sebagai orang yang selalu bersyukur Tuhan, dan berikan kami kemampuan untuk senantiasa mengambil hikmah…dan tolong Tuhan, mudah-mudahan saya tidak lagi mengeluh…’, bisikku dalam doa…
2 comments:
huhuhuaaaaaaaaaaaaaaa
Providing a high tone can be daunting, as evidenced by the numerous difficulties and heart palpitations in those who have entered the Dragons Den with certified experience or in front of a team of venture capital. With so many companies competing for limited investment, you can get an advantage over others? Is there an art to launch?
Post a Comment