November 21, 2009

Berbeda = Ditinggalkan (???)

November 21, 2009



Perjalanan pagi menjelang siang saya dalam dunia maya ternyata menimbulkan efek berkaca-kaca pada mata saya. sebuah artikel mengenai nasib seseorang membuat saya teringat moment menyebalkan yang saya alami di masa kecil. tulisan yang saya temukan di KOMPAS.com -secara tidak sengaja- ini  berisi mengenai penuturan seseorang bernama Sri Andiani, pelajar SMP Alam Insan Mulia Surabaya, yang memenangkan penghargaan Penulis Muda Indonesia 2009 yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Perwakilan UNICEF di Indonesia, serta YKAI. 
Sri adalah seorang tuna rungu sejak lahir, yang dengan bantuan Mamanya berusaha mati-matian demi diterima di sekolah umum. usaha mereka berkali-kali berbuah kegagalan karena jarang sekali sekolah umum yang mau menerima keadaan Sri dengan tangan terbuka. sekalipun ada, sekolah itu akan merekomendasikan seorang guru pendamping yang biayanya Masya Alloh (baca: mengejutkan)...
sampai akhirnya Sri mendapatkan sebuah kesempatan untuk bersekolah di suatu sekolah umum -ya, akhirnya ada juga yang bisa menerimanya-. ternyata sekolah tersebut memberinya kesempatan untuk unjuk kebolehan. julukan 'profesor sains' pun dia dapatkan akibat kejeniusannya. dan ternyata, Sri juga piawai dalam melukis!
dalam baris-baris terakhir tulisannya, Sri mengungkapkan kekecewaannya mengenai keadaan sekolah di Indonesia. 


"...Jadi, memang, hanya orang-orang yang berduit alias kaya saja yang bisa bersekolah. Sementara itu, orang-orang yang standar hidupnya menengah, apalagi yang rendah, itu tidak bisa bersekolah lantaran banyak sekolah umum yang tidak mau menerima mereka."  


Wow! beginilah negara kita...apa yang terjadi dengan pihak-pihak tersebut sampai tidak sanggup menerima orang-orang seperti Sri dan yang lain-lainnya?
Sri memang berbeda, tapi bukan berarti tidak punya hal untuk bersekolah bukan ?


kasus 'perbedaan' lainnya juga pernah saya alami -walaupun tidak seekstrim dan seluar-biasa Sri- . mungkin akan lebih baik jika saya bertutur sedikit...


waktu belajar di taman kanak-kanak (TK), mungkin beberapa orang pernah mengalami, ketika guru kita memberi instruksi untuk menggambar pemadangan dengan bebas, saya katakan sekali lagi, ya... BEBAS! 
saat itu saya benar-benar memaknai apa yang disebut dengan bebas. berarti saya diperbolehkan mencorat-coret apapun yang saya anggap sebagai pemandangan. 
Anda semua pasti ingat seperti apa karakteristik pemandangan yang menjadi dogma kala itu. dua gunung berbentuk segi tiga dilengkapi matahari yang mengintip di antara keduanya. tak lupa burung berbentuk huruf M dan padi-padi yang berbentuk huruf V menyemarakkan ilustrasi dari apa yang dinamakan sebagai pemandangan. 
saat itu saya menggambar hal lain, yang lebih saya anggap sebagai pemandangan. bagi saya saat itu, pemandangan saya tafsirkan sebagai gunung tinggi menjulang dan seseorang berdiri di puncaknya (seseorang itu saya anggap saya :) ) sambil merentangkan tangan. entah apa yang ada di pikiran saya, tapi itulah yang saya kerjakan. 
ketika masing-masing karya dikumpulkan kepada guru, karya saya ternyata banyak menuai protes. "ini gambar apa?ini BUKAN pemandangan", salah satu guru saya berkomentar.
saya memang anak kecil yang sensitif saat itu, dan kata-kata itu jelas menghancurkan imajinasi saya. alasannya cuma satu, ya...karena karya saya berbeda dengan yang lain. ingin rasanya saya protes habis-habisan. tapi apa daya, nampak diri saya pada masa itu adalah anak kecil yang pendiam, lugu, dan penakut. kasus lain juga saya alami ketika di bangku sekolah dasar. dimarahi habis-habisan karena saya kurang mahir menjahit menjadi contoh kecil dari kisah saya pada masa itu. 
sedih? jelas! 
saya bergumul habis-habisan dengan perasaan bingung karena sepertinya dunia menuntut banyak hal untuk dikuasai oleh anak kecil seperti saya pada masa itu. 
yang hapal = pintar, yang pintar berhitung = jenius, dan yang gemar berimajinasi = aneh...
saya sempat menemukan sebuah tulisan yang membuat saya merinding ketika membacanya...


Tentang sekolah
Anonim

Sudah lama dia ingin mengatakan banyak hal. Tapi, tak ada yang mengerti.
Sudah lama dia ingin menjelaskan banyak hal. Tapi, tak ada yang peduli. Karena itu, dia menggambar saja.
Kadang-kadang, dia hanya mau menggambar dan gambar itu bukan apa-apa.
Dia ingin mengukirnya di atas batu atau menuliskannya di langit.
Dia akan berbaring di rumput dan menatap langit, hanya dia bersama langit serta semua yang ada di dalam jiwanya yang butuh diutarakan.
Dan setelah itu, barulah dia menggambar. Sebuah gambar yang indah.
Dia menyimpannya di bawah bantal dan tidak mengizinkan siapa pun untuk melihatnya.
Dan, dia akan memandangnya setiap malam dan memikirkannya.
Dan tatkala hari telah gelap, dan matanya sudah terpejam, dia masih bisa melihatnya.
Dan gambar itu, semua tentang dirinya. Dan dia sangat menyukainya.
Ketika berangkat sekolah, dia selalu membawanya.
Bukan untuk memperlihatkannya kepada seseorang, melainkan sekedar merasakannya berada di dekatnya seperti kawan.
Lucu rasanya tentang sekolah ini. Dia duduk di bangku kotak berwarna coklat.
Sama seperti semua bangku kotak dan coklat lainnya, padahal menurutnya seharusnya merah.
Dan, kelasnya juga berbentuk kotak dan berwarna cokelat.
Seperti semua kelas lainnya. Dan, itu tampak pengap dan tertutup, juga kaku, sementara guru terus-terus mengawasi.
Kemudian, dia harus menulis angka-angka. Padahal angka-angka itu bukan apa-apa.
Mereka lebih buruk daripada huruf-huruf yang jika digabungkan bisa memberi makna.
Sedangkan angka-angka itu jelek dan kotak dan dia membenci semua itu.
Bu guru datang dan berbicara kepadanya, menyuruhnya memakai dasi seperti anak lelaki yang lain.
Dia bilang tidak suka dan bu guru bilang itu tak masalah.
Setelah itu, mereka menggambar. Dan, dia menggambar warna kuning semuanya karena begitulah yang dirasakannya tentang pagi hari.
Dan, gambarnya indah sekali. Bu guru datang dan tersenyum kepadanya.
“apa ini?”, tanyanya. “mengapa kamu tidak menggambar seperti gambar Ken? bukankah gambar itu bagus?”. Semuanya pertanyaan.
Setelah itu, ibunya membelikan dasi untuknya dan dia selalu menggambar pesawat terbang dan roket seperti yang digambar anak-anak lainnya.
Maka, dia pun membuang gambar yang lama.
Dan, ketika dia berbaring sendirian memandang langit yang tampak besar dan biru, dan semuanya terlihat sama, kecuali dirinya yang tak lagi sama.
Dia sudah menjadi kotak di dalam dan juga cokelat, dan kedua tangannya kaku,dan dia menjadi seperti anak-anak lainnya.
Dan, sesuatu yang ada dalam dirinya yang tadinya butuh untuk diutarakan, kini tak perlu diutarakan lagi.
Sesuatu itu telah berhenti mendesaknya. Hancur. Kaku.
Seperti yang lain-lainnya juga.

(Diyakini bahwa siswa remaja yang telah menulis puisi ini bunuh diri dua minggu kemudian)

(Barbara Prashnig, The Power of Learning Styles ) 


rupanya  siswa tersebut juga mengalami sindrom perbedaan...


yahh,,,mari kita tarik napas dalam-dalam... dan hembuskan...
dan mulai atau kembali memikirkan mengenai mereka-mereka yang berbeda...
berbeda dalam berbagai hal, hingga kadang dikategorikan ke dalam kata aneh...
mungkin saya perlu mengingatkan kembali sebuah quote menarik yang pernah saya kutip dalam salah satu post  


 "a bit different is better than a bit better"


tidak selamanya berbeda itu salah...
semua orang toh dilahirkan dengan keunikannya masing-masing...
semua agama mengajarkan umatnya masing-masing untuk saling mengasihi tanpa pandang bulu, saya yakin itu...
mengapa kita baru akan saling memberi dan menerima hanya karena alasan asalkan-kita-sama?


mari berpikir bersama-sama...
standing applause untuk Sri dan Sri-Sri yang lain...




6 comments:

ellysuryani

Berbeda itu biasa saja, hal yang membuat dunia ini kaya warna. Sayangnya tidak semua kita bisa menerima perbedaan. Tidak semua orang bisa melihat bahwa berbeda itu menandakan manusia adalah mahluk unik yang setiap keunikannya harus dihormati dan dihargai. Standard umum yang diciptakan selama ini, tidak selamanya benar. Jadi bagi kita yang pikirannya waras, yang berbeda itu (selama di jalan yang benat) tetap harus dihormati dan dihargai, bahkan diberi kesempatan. Nice post.

@minumino

terima kasih... :)
belajar memahami perbedaan-perbedaan yang lainnya memang indah, dan yaa...tentu saja, selama di jalan yg benar

-Gek-

DARE TO BE DIFFERENT

Itu kata-kata yg selalu terngiang2 di telinga saya. Walaupun selalu dijauhi teman dan terkadang keluarga, saya tidak peduli - kalau perbedaan itu menuju ke arah positif.

Tuhan membedakan kita dengan penuh perbedaan, itulah yang harus kita hormati.

Applause for Sri. :)

NOOR'S

Yup...mari kita sama2 memahami dan menyatukan perbedaan yang ada tuk kedepan yang lebih baik..

it's cuy

whew... jadi ingat, ketika tk dulu mengalami hal yang sama... waktu semua orang menggambar hal2 itu, saya juga... tapi yang berbeda, warna gunung yang biasanya biru, saya gambar dengan hijau... dan guru saya berkata 'gambar kamu bagus, tapi warna hijau di gunung ini membuat gabar kamu bernilai kecil dibanding gambar lain... coba kamu lihat lagi, guung dari jauh itu erwarna biru..." saya kecewa, dan sambil berjalah ke bangku saya (ketika mengambil gambar itu), saya berargumen dalam hati "gunung itu hutan, hutan itu pohon, dan pohon itu hijau... yang biru itu langit!!!"

@minumino

@septi: yes babe! repot juga kalau harus disamakan dengan orang lain...
standing applause untuk anda! :)

Post a Comment

Related Posts with Thumbnails